Bicara tentang ciri ciri seorang Pemimpin yang baik untuk Provinsi Bengkulu khususnya untuk Kabuoaten seluma yang sekarang sedang masuk ke tahap perkembangan sudah barang tentu kita harus mempunyai sosok pemimpin ideal yang di sesuai dengan keadaan zaman sekarang dan kita harus mampu mencari serta mengikut siapa yang jadi pedoman dan yang layak di pilih masyarakat.
Salah satu penganjur teori kepemimpinan lainnya adalah Nicolo Machiavelly. Pemikir Italia ini berpendapat bahwa Il Principe, seorang pangeran sejati, adalah dia yang bisa meraih segala inginnya dengan menggunakan segala yang mungkin.
Tujuan menghalalkan segala cara. Penakluk-penakluk kejam dunia dikenal suka membaca karyanya. Napoleon dari Prancis bahkan Hitler konon adalah penggemar teori-teori Machiavelli. Konsep yang berbahya tentang pemimpin memang melahirkan pemimpin yang brutal.
Teka-teki seputar pemimpin yang juga mengusik benak para pemikir adalah apakah pemipin itu dicipta atau dilahirkan?
Sebagian tokoh, semisal Francis Galton, mengemukakan bahwa seseorang memang terlahir sebagai pemimpin. Simpulan ini diperolehnya setelah meneliti keluarga-keluarga bangsawan pengauasa.
Di dalam bukunya, Hereditary Genius And Inquiries Into Human Faculty And Its Development atau lebih sering disingkat menjadi Hereditary Genius (1869), Galton meneguhkan teori hereditas. Jika ingin memilih pemimpin terbaik, carilah dari ayah yang memang punya sejarah kepemimpinan yang baik.
Namun teori hereditas tidak diterima begitu saja. Terbukti ada banyak keluarga bangsawan yang justeru melahirkan pewaris lemah lalu berujung runtuhnya kerajaan. Kenyataan ini membuat tokoh lain memikirkan kemungkinan sebaliknya. Cecil Rhodes, menganggap bahwa pemipin bisa dibentuk dengan pendidikan yang benar.agama yang benar
Di luar semua teori di atas, semua pemikir bahkan orang awam pun akan setuju bahwa seorang pemipin haruslah memiliki sifat-sifat mulia yang diakui universal. Siapapun pasti ingin dipimpin oleh seorang yang jujur amanah, cerdas cendekia, dan berpribadi kesatria,Berintegritas
Mungkin karena begitu gencarnya media menyusupkan imaji-imaji kepemipinan ideal yang semu ke sum-sum kesadaran umum masyarkat, hingga mereka pun menerima pola pikir aneh itu. Kini, mulai muncul anggapan bahwa pemimpin yang baik tidak harus bersikap lemah lembut, tidak harus sopan, cukuplah dia jujur. Umat Islam harus kembali ke al-Qur’an dan lebih giat lagi menelusuri sejarah. Semuanya untuk menemukan sosok pemipin terbaik yang pernah jalan di muka bumi. Sosok pembangkit peradaban yang diakui di Barat dan di Timur sebagai negarawan sejati agar bisa diambil sebagai pedoman dalam memimpin.
Sosok tersebut tak lain adalah Rasulullah saw. Berbicara tentang kejujuran tak perlu lagi berpanjang lebar. Ia yang dijuluki Sang Terpercaya sejak masih belia. Tak hanya jujur ia juga cerdas dan punya kemampuan komunikasi yang piawai luar biasa.
Semua kualitas ini terhimpun dalam empat sifat beliau yang kita semua kenal; shiddiq, amanah, fathanah, tabligh.
Dimensi ideal kepemimpinan Rasul yang langsung dibimbing wahyu sangat luas. Ia melampaui teori hereditas atau teori pembentukan. Namun dalam tulisan ini ada satu dimensi dari kepemimpinan Rasulullah yang perlu kembali kita renungi.
Apalagi jika mengingat adanaya anggapan tidak normal bahwa berlaku tak sopan serta kasar adalah bentuk kepemimpinan idaman. Dimensi ini terekam dalam pujian Allah kepada Muhammad saw di dalam surah Ali Imran : 159.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”
bahwa di dalam ayat ini Allah memuji kepiawaian Rasul-Nya dalam memipin umat yang baru dibentuk itu. Kiat tersebut adalah sikap berlemah lembut Rasulullah. Kemuliaan sikap lembah lembut itu makin terpahami jika mengingat konteks ayat ini.
Terhadap para disertir itu Rasulullah tidak menumpahkan amarah, beliau justru menujukan sikap lemah lembut.
Di sini Rasulullah menunjukan kualitas pemipin sejati. Ia mengerti keadaan umat yang sedang shock setelah diguncang kekalahan perang. Sebenarnya beliau sebagai pemipin berhak marah kepada bawahan yang tidak kompeten, sesuatu yang kini banyak dipertunjukan lalu dipuji-puji orang.
Namun Rasulullah bukan tipe pemipin demikian. Ia malah bersikap lembut. Sikapnya inilah yang kemudian mempersolid umat Islam. disebutkan di ayat itu, jika saja Rasul bersikap kasar, orang-orang yang kaget sehabis kalah itu pasti akan lari dari jamaah muslimin.
Ada pula petunjuk langsung dari Allah kepada Rasul-Nya tentang cara terbaik yang perlu beliau lakukan selanjutnya. Beliau yang telah berada di bawah bimbingan wahyu masih diperintahkan untuk senantiasa bermusyawarah.
Tidak boleh otoriter, tiada ruang bagi pengambilan keputusan sepihak. Inilah dasar utama kepemipinan Islam yang bahkan diadopsi oleh para pendiri bangasa ini ke dalam sila keempat Pancasila.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa apapun teori yang dibuat manusia tentang kepemipinan akan selalu cacat sehingga wahyulah yang menjadi rujukan. Petunjuk Allah itu mewujud di dalam sosok Baginda Rasulullah saw. Beliau jujur, cerdas, amanah, dan piawai beretorika.
Di atas semua itu, gaya kepemipinann yang lembut dan merakyat, menghargai pendapat orang lain menjadikan ASN atau bawahan ssebagai Mitra. Maka masihkah umat Islam mau percaya pada kriteria pemipin lain…sudah jelas orang yang zhalim ? Kriteria – kreteria yang dibesarkan oleh media – media …..? bukan yang tampil langsung dan sudah berbuat di masyarakat dengan teruji dan sudah terbukti…….?? Semua itu kita serahkan kepada masyarakat Provinsi Bengkulu terkhusus untuk kabupaten Seluma yang sangat kita cintai….????
Komentar