Secara kuantitas, perolehan medali Bengkulu di PON Papua memang meningkat dibanding capaian medali di PON-PON sebelumnya. Namun di sisi lain, target bisa finis di peringkat 25 belum bisa digapai. Ada banyak hal yang perlu dikoreksi dan dievaluasi demi perbaikan olahraga Bengkulu di masa mendatang.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Dempo Xler menilai, capaian medali dan peringkat Bengkulu di klasemen perolehan medali tidak sesuai dengan harapan dan jumlah anggaran yang sudah digelontorkan. Secara pribadi, ia mengaku kecewa. Namun ia tak mau menyalahkan siapa-siapa.
Dempo mengatakan, sejak semula ia memang pesimis Bengkulu bisa sukses di PON Papua. Alasannya, persiapan yang minim dan pengelolaannya yang kurang profesional. Dempo menegaskan, orientasi pengelolaan olahraga di Bengkulu belum ke prestasi, tapi masih didominasi motif ekonomi.
Bagi Dempo, PON sejatinya tak semata-mata soal prestasi. Tapi juga ajang promosi daerah. Karena itu, sejak awal ia memang tidak setuju jika atlet yang diberangkatkan adalah mereka yang bukan hasil dari pembinaan Bengkulu sendiri. Sementara atlet binaan sendiri justru tak diberangkatkan.
“Persiapan kita tidak matang. Koordinasinya lemah. Pengelolaannya kurang profesional. Memang olahraga bukan soal nilai uang, tapi semestinya sebanding lah antara anggaran yang dengan prestasinya. Harusnya kita bisa di 10 besar,” kata Dempo dalam forum Dialog Bengkulu Menyapa RRI Bengkulu Edisi Jumat (15/10) pagi.
Karena itu, kata Dempo, beberapa koreksi untuk perbaikan olahraga Bengkulu ke depan penting dan harus dilakukan. Baik dari sisi kelembagaan di KONI hingga pengurus cabor. Termasuk regulasinya.
“Ke depan pengurus KONI dan Pengprov Cabor itu jangan orang partai atau pejabat lah. Karena nuansa kepentingannya lebih kental daripada prestasi. Pengurus itu harusnya mantan atlet,” imbuhnya.
Soal pengelolaan anggaran yang sudah dua periode berturut-turut bermasalah, Dempo mengusulkan agar uang pembinaan tidak lagi dikelola atau disalurkan ke KONI, tapi langsung ke Pengprov Cabor. KONI hanya fungsi koordinasi.
“DPRD sendiri berencana membuat perda inisiatif tentang keolahragaan. Kita belum punya. Ini nanti sebagai pedoman bersama dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan prestasi olahraga Bengkulu,” kata Dempo.
Tarmandi Alba, wartawan senior di Bengkulu, mengatakan capaian medali kontingen Bengkulu di PON Papua memang lebih baik dibanding PON sebelumnya. Meski begitu, jurnalis liputan olahraga yang sudah lima kali meliput PON ini menilai persoalan yang dialami Bengkulu dalam meningkatkan prestasi masih klasik.
Pertama, kata dia, adalah anggaran. Selain jumlahnya yang minim, Tarmandi juga menyesalkan terjadinya kasus dugaan korupsi yang membelit KONI dalam kurun dua periode terakhir. Ia meyakini, jika anggaran yang ada bisa digunakan sesuai peruntukan, Bengkulu akan banyak bicara di PON Papua.
“Karena persoalan itu, baru di PON kali ini saya melihat tak ada namanya Pelatda berjalan dan Pelatda terpusat,” katanya.
Menurut Tarmandi, meski tak mungkin menyamai dana olahraga di daerah besar semisal Jawa Barat, Jawa Timur atau DKI, minimal Bengkulu bisa seperti provinsi tetangga, Jambi atau Sumatera Barat.
Masalah kedua, kata Tarmandi, adalah sarana dan prasarana olahraga di Bengkulu. Terutama dari sisi jumlah atau ketersediannya yang kurang. Ia mencontohkan GOR yang hanya ada satu di Kota Bengkulu. Belum lagi sarpras bagi cabor lain yang kerap dikeluhkan para atlet.
“Karena itu ke depan, kita berharap DPRD, Pemprov dan KONI bisa satu meja. Supaya kendala-kendala yang dihadapai dunia olahraga Bengkulu bisa diatasi dan dibenahi bersama-sama,” usulnya.
Plt Ketua KONI Bengkulu Sanulludin menyatakan, dengan anggaran Rp 4 milyar, ia memastikan tak ada atlet yang dibeli. Mereka yang bertanding membawa nama Bengkulu di PON Papua, kata Sanulludin, adalah putra-putri terbaik yang memang berkomitmen membela Bengkulu.
Menurut Sanulludin, PON tak cuma soal prestasi. Tapi juga prestise. Daerah lain, kata dia, melakukan apa saja demi meraih prestasi. Sebab prestasi juga menjadi tolak ukur kemajuan daerah, katanya.
Sanulludin mengakui target bisa bertengger di peringkat 25 tak tercapai. Karena itu, ia menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak. Namun dari sisi jumlah medali, Sanulludin mengatakan sudah jauh lebih baik dibanding PON terdahulu.
“Ke depan kita sepakat harus ada evaluasi. Bagi atlet yang sudah tak mungkin lagi turun kita jadikan pelatih bagi generasi baru. Yang masih punya potensi, kita dorong untuk meningkatkan prestasi,” ujarnya.
Soal reward, Sanulludin menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun ia tak sepakat jika reward tak diberikan kepada atlet peraih medali dengan alasan bukan putra/putri Bengkulu.
“Kalau memang ada aturan yang melarang, silakan. Tapi mereka yang membela Bengkulu saya kira layak menerima reward. Para atlet yang sudah berjuang di PON Papua sudah menyatakan komitmen untuk terus membantu kemajuan olahraga Bengkulu. Mereka ada yang sudah mau jadi pelatih dan benar-benar mau menjadi orang Bengkulu,” tandasnya ( ADV )
Wr. Brams
Komentar